Pages

Senin, 07 November 2011

Sahabat Selamanya


         Seperti biasa, Fanny dan Rena berangkat ke sekolah bersama. Mereka bersahabat sejak SMP. Kini mereka sudah SMA tepatnya di SMA Negeri Citra Bangsa. Walaupun mereka gak satu kelas tapi mereka tak saling lupa bahkan semakin kompak saja. Fanny dan Rena adalah sahabat yang saling melengkapi. Fanny yang cuek dan super pede di depan semua orang memang cocok bersahabat sama Rena yang kalem, dewasa, dan bijak. Rena bisa membimbing Fanny dan selalu jadi tempat keluh kesahnya Fanny. Dia bisa cerita apa aja ke Rena, masalah pelajaran, masalah keluarga, juga masalah cinta. Walaupun Rena belum pernah pacaran, tapi dia selalu bisa kasih solusi-solusi jitu buat Fanny. Maklum, banyak banget cowok yang suka sama Fanny soalnya dia itu emang perfect, anaknya asik, lumayan pinter (walaupun gak sepinter Rena), baik, cantik, tajir, dan gak sombong. Tapi Fanny sendiri belum pengen pacaran, bukannya dilarang sama orang tua, tapi karena belum nemuin orang yang tepat aja.
            “Dah Rena, aku ke kelas dulu ya…” ucap Fanny sambil berjalan ke kelasnya.
            “Iya Fan, ati-ati ya…” balas Rena dengan senyum manisnya.
            Rena berjalan menuju kelasnya, sambil membawa beberapa buku cetak karena tasnya sudah cukup berat dan tak cukup untuk menampung buku-bukunya yang tebal-tebal itu.
            “Braaaakkk!!!” seseorang menabrak Rena. Semua bukunya jatuh.
            “Aduh… maaf ya, aku buru-buru…” orang itu langsung pergi nyelonong begitu saja.
            Rena langsung membereskan bukunya. “Siapa sih dia?? Bukannya bantu mberesin buku malah kabur.”
            “Loh Rena??” seseorang mendekat dan membantu Rena membereskan bukunya.
Rena menatap orang itu, “Reza?”
            “Iya, kenapa?”
            “Tumben baik…”
            “Maksud kamu apa?? Biasanya aku gak baik, gitu?”
Rena hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Reza juga tersenyum sambil geleng-geleng kepala. “Ya udah, ke kelas yuk…” ajak Reza.


****************

            Hari ini terasa membosankan bagi Fanny. akhirnya, ia memutuskan main ke kelas Rena. Dengan girangnya ia berlari-lari seperti anak TK.
            “Rena….” Teriak Fanny dengan pedenya. Semua siswa di kelas Rena langsung mengalihkan pandangannya ke Fanny.
            “Fanny?” ucap Rena sambil menaikkan sebelah alisnya.
            “Hehehehe… kok pada liatin gitu sih? Jadi berasa artis.” Fanny senyum-senyum kepedean.
            “Bukannya dikira artis, tapi kita kira kamu orang gila!!” ucap Reza keras
            “Hahaha…” siswa kelas X1 menertawakan Fanny.
            Dengan beraninya, Fanny menghampiri Reza. “Siapa sih kamu? Berani banget bilang kayak gitu sama aku?”
            “Oh, belum tahu siapa aku…” Reza mengulurkan tangannya. “Nama aku Reza Aditya, ketua kelas X1.”
            Fanny melirik tangan Reza lalu tersenyum tipis, “Nama aku Taffania Putri, ketua kelas X4.” Fanny langsung pergi tanpa menjabat tangan Reza. Ia segera menghampiri Rena.
            Rena masih gak percaya dengan apa yang terjadi tadi. Benar-benar gak disangka. Fanny gak nerima jabatan tangan dari Reza. Hem… dasar Fanny, Fanny. Emang dia itu kayak gak punya urat takut.
            “Ren, kok bengong”
            “Hah, iya Fan, kenapa?”
            “Harusnya aku yang tanya kenapa…”
            Rena hanya tersenyum.
            “kok senyum, ada yang lucu ya?” tanya Fanny
            “gak. Gila aja aku liat tingkah kamu tadi. Kamu berani banget sih?” Rena heran dengan sahabatnya itu.
            “Biasa aja kali Ren, kamu kayak baru kenal aku aja…” Fanny tersenyum puas.

            Kebetulan hari itu jadwal piket Reza dan Rena. Beberapa teman mereka yang piket hari itu sudah melaksanakan piket pagi. Giliran Reza dan Rena yang mendapat giliran piket siang. Tiba-tiba Reza mendekati Rena.
            “Ehem… Ren, serius amat??”
Rena yang sedang bersih-bersih jendela hanya menjawab singkat tanpa menoleh sedikitpun, “kenapa Za?”
gak kenapa-kenapa. Cuma heran aja, kamu yang kalem, pinter dan bijak bisa-bisanya punya temen kayak tadi. Gak cocok.”
Rena menarik napas panjang, “itulah yang namanya persahabatan harus saling melengkapi. Karena kalau semuanya sama-sama bijak, ntar siapa yang mau dinasehatin. Terus kalau semuanya sama-sama pinter, siapa yang mau diajarin. Yang lebih parah lagi, kalau semuanya sama-sama kalem, ntar diem-dieman melulu jadinya. Iya gak???”
“Waw…!!! analisa yang keren,” ucap Reza sambil bertepuk tangan.


Selesai piket, Reza mengantar Rena pulang karena kebetulan dia membawa sepeda motor. Sepanjang perjalanan, Reza dan Rena saling membagi pengalaman. Karena kebetulan Rena sering mengikuti lomba akademik di SMP dan begitu pula dengan Reza.
“Ren, inget waktu lomba MIPA di UNNES??” tanya Reza
“Iya, kenapa??”
“Inget sama juara pertamanya??”
“Tunggu, itu kan kamu Za. Juara satu matematika kan?” Rena mencoba memperjelas.
“Ya, bener banget. Aku kira kamu udah lupa.”
gak lah, pengalaman masa dilupain…” jawab Rena sambil tersenyum.

Sesampainya di rumah Rena, ternyata ada Fanny disana. Rena kaget dan ia jadi salah tingkah. Fanny mendekati sepeda motor Reza.
“Kenapa sahabat aku bisa sama kamu?” tanya Fanny sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan hidung Reza yang mancung itu.
“Udah Fan, Reza cuma nganterin aku, tadi kita habis piket. Yuk ah, masuk aja.” Ajak Rena sambil menarik tangan Fanny. Reza menyalakan motornya dan beranjak pergi.
Fanny membaringkan badannya di tempat tidur Rena sambil menatap langit-langit kamar Rena. Sementara Rena duduk di kursi belajarnya sembari menaruh tas dan melepas sepatu. Tiba-tiba Fanny menarik napas panjang.
“Ren, aku ke toilet dulu ya…” ucapnya sambil beranjak dari tempat tidur Rena.

Setelah melepas sepatunya, Rena berbaring di tempat tidurnya. Tiba-tiba ia menemukan sebuah buku, dan itu buku diary Fanny.
Perlahan-lahan Rena membukanya karena menurutnya tak perlu ada yang dirahasiakan antara dia dan sahabat tercintanya itu.
Tiba-tiba… deg!!! Rena kaget dan shock membaca buku diary Fanny. Khususnya catatan diary untuk hari ini. “Oh, jadi ini alasannya kenapa Fanny gak suka aku deket sama Reza…” ucap Rena dalam hati.
“kreeekk!!!” Fanny keluar dari toilet, Rena pun segera menutup buku diary Fanny dan mengembalikannya ke tempat semula.


***************

            Keesokan harinya, seperti biasa, Rena berangkat dengan Fanny. tiba-tiba muncullah Reza dari belakang. “Hai Ren…” ucapnya sambil tersenyum manis.
            “Hai Za,” balas Rena dengan senyum yang manis juga. Fanny hanya cemberut. Melihat hal itu, Rena langsung ambil tindakan.
            “Fan, Za, aku mau ke TU dulu ya, bayar SPP. Kalian duluan aja gih,” pinta Rena.
            “Oh, kalau gitu aku sama Fanny duluan ya.” Balas Reza.

            Di tengah perjalanan menuju kelas…
            “Kamu suka sama Rena?” tanya Fanny
            “Aku? Suka sama Rena?? Kata siapa??” Reza berbalik tanya.
Fanny diam sejenak. “Aku bisa liat itu dari cara kamu natap Rena.”
            “Oh ya? Masa? Rena bukan tipe aku lho…” jawab Reza.
Fanny diam…
            “Karena tipe aku itu yang kayak kamu…” ucap Reza yakin.
Fanny kaget. “Maksud kamu??”
            “Ya aku suka sama kamu.”
Fanny tersenyum girang, dia benar-benar tidak bisa menahan rasa bahagianya. Untung ia sudah sampai lebih dulu di kelasnya dan ia bisa sedikit melegakan jantungnya yang dag dig dug der dari tadi.

*****************

            Sepulang sekolah, Reza menghampiri Rena.
            “Ren, aku udah lakuin apa yang kamu minta. Tapi aku cuma bisa bilang itu doang ke dia. Aku gak bisa dan gak akan pernah minta dia jadi sahabat hati aku.”
            “Kenapa gak bisa Za??” Rena tampak cemas.
            “Karena hati aku yang menghalanginya. Aku gak bisa bohongin hati aku Ren. Bukan Fanny yang disini….” Reza memegang dadanya dan menghentikan kata-katanya. Kemudian ia meraih tangan Rena dan menaruhnya didadanya, “tapi kamu, Renata Aprilia.”
            “Sssttttttt… kamu gak pantes bilang gitu Za. Kamu sayang Fanny. Bukan aku…” Rena melepaskan tangannya dari genggaman Reza. “ Jadi tolong, bahagiain dia… kamu gak tahu kalau selama ini Fanny udah nolak puluhan cowok yang sayang sama dia cuma demi kamu. Kamu musti liat pengorbanannya dan asal kamu tahu, cuma kamu orang yang paling klik sama hatinya Fanny. Jadi please banget Za, belajarlah untuk sayang sama dia.” Rena membalikkan badannya karena ia tak ingin Reza tahu kalau ia hampir meneteskan air matanya.
            “Tunggu Ren.” Reza menghentikkan langkah Rena.
            “Apa lagi?” Rena berusaha menahan air matanya.
            “Gimana dengan hati kamu?”
            “Apa?? Hati aku?? Hemm… hati aku gak apa-apa. Aku sayang sama Fanny, kebahagiaan Fanny kebahagiaan aku juga. Fanny itu temen terbaik aku. Aku gak mau kehilangan dia.” Suara Rena nampak bergetar. Ia menarik napas panjang, “Cinta mudah dicari, tapi kalau sahabat sejati sulit untuk menemukannya. Temen spesial bisa aja pisah, tapi kalau sahabat sejati gak… Dan sampai kapanpun, sahabat  selamanya akan slalu tetep disini,” Rena menempelkan telapak tangannya di dadanya. “Aku pengin kamu jadi sahabat aku aja Za, karena aku pengin kamu selalu ada dihati aku.” Rena berlari sambil menahan air matanya.
            Reza hanya bisa berdiri tegak, ia tak bisa mengejar Rena. Tapi ia percaya, Rena adalah sahabatnya. Dan seperti apa yang dikatakan Rena bahwa sahabat selamanya disini, dihati.
            “Makasih, Rena. Kamu udah kasih hal yang baru dalam hidup aku…” ucap Reza.




-SELESAI-

_by : Shaffa’ati Fadzrin_

0 komentar:

Posting Komentar